January 31, 2014

Korea in My Mind

Ya Allah, apa yang sebenarnya kurasakan sekarang sungguh tak jelas. Aku merasakan ketakutan, takut akan menghadapi kenyataan yang kurasa semakin sulit untuk ditempuh. Aku merasa punya banyak beban pikiran. Dalam keseharianku, aku merasa semua ini semu, tak pasti dan hanyalah hari-hari yang biasa saja, flat, kurasa itu bukanlah rangkaian sesuatu yang baik untuk masa depan nanti. Aku mencemaskan keadaanku yang bila dibandingkan dengan orang lain selalu saja terdapat banyak perbedaan. Aku sangat merasa kekurangan. Atau mungkin itu hanya penilaianku yang terlalu berlebihan. Aku pikir rasa minder dan malu adalah bukti ketidakpercayaanku pada diriku sendiri. Aku sangat bodoh, tidak mensyukuri semua ini, hanya sering mengeluh dan minder. Yang terlintas hanya itu. Aku ingin seperti orang lain, karena dia bisa dan pasti aku juga bisa. Orang lain juga orang biasa, tidak punya kelebihan yang luar biasa. Tapi mungkin itu yang dimaksud dengan takdir seseorang. Aku mampu untuk melakukan hal seperti itu, tapi selalu banyak hal yang menghalangi. Ya Allah, tolonglah aku. Aku ingin keluar dari zona ini. Lingkungan ini sungguh menekanku, menggiringku pada proses perlambatan kesuksesan. Aku jenuh dengan keseharian ini. Aku ingin punya seseuatu yang bisa memecah hening ini. Keluar dari zona mainstream dan berdiri atas nama hak pribadi. Aku punya hak dan keputusan untuk membawa hidupku sendiri. Aku punya target, dan semua itu harus kutempuh dengan caraku sendiri. Aku bertanggung jawab atas masa depanku nanti, bukan orang lain.

January 9, 2014

Untitled

Prinsip setiap orang berbeda-beda tergantung jalan pikiran, pemicu dan latar belakang kepribadiannya. Seorang temanku, dulu yang sangat kukenal luar-dalam, ketika akhirnya kita harus berpisah cukup lama menjadikan jalan pikirannya berubah seketika. Mungkin itu disebabkan pengaruh lingkungan hingga membuatnya berpikir lebih sederhana baginya.

Setiap keputusan diambil dari pemikiran yang matang, tapi matang tersebut tegantung dari hati orang tersebut.

Banyak diantara orang yang kukenal mendadak berubah haluan, tidak pernah kuprediksi sebelumnya. Yang dulunya santri, sekarang jadi pengamen, penuh tattoo, seketika berubah membuat pandangan negatif terhadapnya.

Ada yang berkeputusan menikah muda, ada juga yang mengambil pekerjaan yang sangat tidak ada korelasi dengan bidang yang dia sukai ketika kukenal dulu, begini-begitu, banyak perubahan terjadi dalam beberapa tahun saja. Bahkan sebetulnya perubahan mampu terjadi hanya cukup dengan hitungan detik ---> seperti yang kubilang, itu berawal dari pemikiran sebagai kunci tindakan sampai seseorang bisa memutuskan untuk berubah.

Prinsip hidup mulai tertanam sejak usia belia, sering berubah namun kembali lagi. Hanya eksplorasi, tidak ada salahnya mencoba hal baru, siapa tahu itu berguna. ;)

INI

9 January 2014 at 07:10

Banyak hal di dunia ini yang bisa dilakukan. Hal-hal tersebut ada yang berskala kecil, sedang atau besar. Mudah atau sulit dalam mengerjakannya. Sepele, penting atau penting sekali dalam impact-nya. Bermanfaat atau mubazir.

Kenyataannya apapun yang dilakukan akan memberi kesan baru - kesan bahagia, bangga, bersyukur dan yang paling menyedihkan; penyesalan atas hal yang telah dilakukan.

Aku telah melakukan banyak hal dalam hidup ini, separuh penting dan separuh penghamburan jatah waktu hidup. Banyak diantaranya kuhabiskan untuk diam, sedikit belajar tentang hal-hal baru, bercerita, sisanya mengeluh, mungkin..

Tapi aku ingat quote Anas Urbaningrum, ketika itu dia diwawancarai oleh seorang wartawan muda Metro TV di rumah pribadinya di Jakarta ketika dia diduga terjerat kasus korupsi. Dia bilang, "Dalam hidup ini tidak ada yang percuma. Semua yang sudah terjadi adalah bayaran dari masa lalu yang pernah kamu lakukan. Dan hal paling rugi di dunia ini adalah menjadi orang yang menyesal. Penyesalan sangat mematikan! Jangan menyesal, ambil hikmah dan renungkan. Mungkin itu memang yang terbaik untukmu supaya kedepannya kamu berpikir lebih peka dan lebih serius."

Selalu, setiap menjelang tidurku dan sesaat ketika ku terbangun dari tidurku di pagi hari, aku bertanya pada diri sendiri, bagaimanakah INI?

Tanggung jawab akan diri sendiri yang setiap saat mengingatkanku namun dia sepertinya sangat ramah padaku hingga dia memutuskan untuk mengambil sikap "selalu represif" dalam setiap keputusan. Walau aku sering terpuruk, dia menghargai perasaanku. Terima kasih atas kesabaranmu. Aku masih pemula dalam berpikir peka. Teruslah bantu aku untuk lebih baik. Kaulah nafsuku, pemberian Tuhan.

Masa depan yang kuharap dan masa muda yang tengah kujalani, menyisakan banyak cerita manis dan pahit. Semua mesti kuhadapi, sesakit apapun jikalau masih bisa bernafas, itu kan masih ada kesempatan untuk berpikir. Ya, berpikir adalah kunci sebuah tindakan.

Selain daripada itu, kebiasaanku mencibir diri sendiri yang membuat asaku bunuh diri. Kadang aku tidak respect pada diriku sendiri. Banyak keluhan dan pertanyaan untuk itu. Kadang menurutku, aku malu berlenggak di dunia menggunakan raga yang tidak elok ini. Tapi apa mau dikata, lebih baik bersyukur sebagai seseorang yang sederhana ketimbang mati dibunuh rasa penyesalan seumur hidup.

Banyak yang harus kukaji lagi. Usia 22 ini tidak sepenuhnya lebih baik dari sebelumnya. Setiap waktu adalah proses eksplorasi dan introspeksi diri.

Terima kasih kepada raga yang menitipkan juga otak yang ramah ini untuk kupergunakan sebagai organ berpikirku menulis ini.

Terima kasih Tuhanku, yang menitipkan semua ini padaku. Maaf jika aku selalu menjadi orang yang tidak pandai mensyukuri nikmat.


Aep Hermawan.

January 3, 2014

Endapan 2013 Untuk Sebuah Harapan yang Terus Berdetak

Belajar bahasa itu sungguh menyenangkan. Sejak kecil saat aku mulai belajar bahasa seperti bahasa Indonesia, Sunda, Inggris dan sekarang Korea, that was very interesting. Aku suka belajar bahasa, aku suka hal-hal baru yang berbau sastra, sejarah, seni, politik, psikologi dan jurnalisme.

Saat aku mulai untuk fokus pada hal yang kuminati itu, selalu saja ada hal yang dilematis. Banyak diantaranya cenderung pada kontradiksi pemikiran diri sendiri, hobi atau orientasi masa depan tentang materi. Meski pada akhirnya bisa diatasi dengan perlahan.

Di tahun 2013 muncul niatku untuk pergi ke negeri ginseng, Korea Selatan untuk bekerja. Pemerintah daerahku membuka peluang besar untuk menjadikan pemuda/pemudi yang belum lama lulus SLTA untuk bisa bekerja di sektor industri di Korea Selatan. Semangatku menggebu sejalan dengan banyaknya prediksi baik akan negara kaya itu. Terlebih setiap kulihat di tv berita tentang harga rupiah yang terus melemah bisa menimbulkan mata uang Korea bisa lebih mahal jika ditukar ke kurs disini.

Tapi perlahan rencana menjadi terkendala banyak hal. Awalnya kukira tak akan serumit ini. Memang saat ini sudah cukup banyak materi dasar pelajaran bahasa Korea yang kukuasai, tapi itu tidak cukup, karena untuk menghadapi ujian kelulusan, dalam beberapa bulan sebelumnya harus menjalani proses belajar lagi; pemantapaan.

Aku sudah menjalankan proses awal belajar dasar sejak Juli sampai Oktober 2013, dan sekarang sisanya aku belajar di rumah. Banyak perbedaan, kalau di rumah lebih malas dan tidak ada teman untuk sharing. :/

In the end, aku tidak memilih pemantapan di bulan Januari dan Februari dengan beberapa pertimbangan yang sangat kompleks. Tapi aku akan ikut ujian nanti sekitar bulan Juli tahun ini, meski tidak dapat tambahan di pemantapan. Aku hanya mengandalkan kerajinanku di rumah saja. I beg for my future.

Setelah memutuskan itu, aku sangat down. Sempat galau dan mengisolasi diri dalam beberapa hari. Aku tidak keluar kamar dan stress. Kesal pada orang tua yang tidak sejalan dengan tujuanku. Entah kenapa aku merasa itu adalah kekecewaan yang sebetulnya bisa dihadapi, tapi orang tua berkata lain.

Sementara, di sisi lain, teman-teman dekat yang selama ini selalu ikut andil dalam perjalanan hidupku mengatakan hal lain dan menawarkan solusi tersendiri. Bisa dibilang itu juga baik, tapi tetap saja - mayoritas orang bilang pilihan pertamaku adalah pilihan yang terbaik, sebuah peluang untuk masa depan.

Aku berpikir bahwa bergelut dalam dunia entertainment tidak selamanya di atas dan stabil. Aku lebih tertarik untuk bekerja di Korea, meski dengan susah payah perjuangannya tapi akan menuai hasil dalam beberapa waktu yang itupun tidak terlalu lama. Tapi meski begitu, dunia musik yang menjadi semangat hidupku tak akan aku lupakan. Karena suatu saat, aku akan kembali dengan semangat yang baru dan susah untuk padam. Karena musik adalah passionku, hal yang pernah membawaku pada puncak rasa percaya diri, hingga menjadikanku tahu tentang indahnya dunia.

Aku akan berjalan pada dua jalan tersebut. Cita-citaku adalah menjadi musisi dan juga pengusaha. Hobiku membaca, menulis, bermusik. Hal itu akan kujadikan pedoman hidup sampai akhir hidup nanti. Semoga Allah memberikan yang terbaik dalam setiap niat baikku dalam menjalani semua "rencana-rencana itu", karena Allah lah yang "mengizinkan".


Aep Hermawan, 3 Januari 2014

Brain and Heart Says..

Disebut follower, emm.. bukan, tapi aku suka jalan pikiran mereka. Aku sudah memperhatikan kehidupan mereka sejak awal mereka pindah tempat tinggal menjadi di luar negeri. Yang pertama Cassey dengan kuliahnya di AUA atau Academy of Art University di San Francisco dan Gita di Berlin Free University di Berlin, Jerman. Keputusan mereka, sang idola - maksudnya idola dalam segi berpikir, bukan fans, menjadikan otak dan hati yang awalnya sempit ini jadi terbuka. Cakrawala mulai meluas. :)

Disana mereka dengan semua hiruk-pikuknya selalu bisa saja kutahu lewat socmed mereka, mau itu blog, twitter atau facebook. Dan tak terasa cerita ini mulai terasa cepat berjalan. Aku cuma bisa membaca dan mengagumi kehidupan mereka dari sini saja.

Sampai hari ini aku masih selalu kangen dengan hal-hal itu. Sejujurnya, tidak ada orang yang tahu tentang hobiku mengidolakan kedua sosok orang itu, bahkan orang yang pernah menjadi pacarku pun tidak tahu. Hal ini sungguh memanjakan fantasiku sendiri. Aku sangat egois terhadap hal seperti ini. Spending my time til night just for read and watching their posts on blog, twitter or facebook. Aku sangat suka dengan gaya mereka. Aku men-judge mereka idealis dengan segala yang pernah mereka lakukan.

Aku pikir hidup di luar negeri seperti yang mereka jalani tidak seburuk yang orang lain katakan. Be positive! Memang sih kebanyakan nelangsanya, ya karena namanya juga hidup "sendiri" di negeri orang, tak ada saudara atau teman akrab. Mereka cuma orang asing, tapi mungkin lain halnya jika sudah akrab dan saling mengerti.

Pengalaman hidup, nilai perjuangan, sesuatu yang akan lebih bernilai daripada di negeri sendiri.


-Cassandra Niki Sucahyo, http://cassandraniki.com
-Gita Savitri Devi, http://gitasavitri.blogspot.com


Aep Hermawan, 3 Januari 2014