April 7, 2012

Obituary

Kini semua telah berakhir. Takkan ada lagi suara teriakan yang menyelimuti malam-malam yang menggetirkan jiwa lagi. Kini dia telah kembali pada sang pemilik segalanya. Entah bagaimana aku menjelaskan semua ini, yang sebenarnya hanya boleh aku yang tahu. Semua yang aku lihat tentangnya membuatku semakin sadar tentang makna hidup yang sebenarnya lebih keras dan kasar dari ini. Bahwa hidup ini serba mungkin dengan semua kemustahilannya. Aku mengenal karakter pamanku sejak kecil, sejak aku masih kecil. Orangnya baik walau tampangnya yang sedikit menakutkan terkadang membuat orang lain menganggapnya orang kasar. Saat aku kecil, aku memang cukup takut dengan sosok pamanku yang selalu tampil dengan coraknya bicara dengan cukup keras. Padahal itu bukanlah berarti dia pemarah, aku tak begitu tahu apa itu. Yang aku tahu dari nenekku, itu karena sudah menjadi kebiasaannya, kalau orang sunda bilang itu adalah "bakat". "Da bakat si emang mah nyariosna tarik, tos bakat da eta mah". Paman, aku selalu ingat sosok dirimu.

Beberapa hari yang lalu aku tinggal di rumah nenekku di Puncak Mulya atau Suka Mulya yang lokasinya cukup jauh dari pusat keramaian manusia yang sering aku temui. Aku dan keluargaku semuanya berangkat kesana untuk menghadiri acara pesta khitanan sepupuku. Tempatnya begitu tinggi, sangat melelahkan untuk mencapainya. Tidak ada angkutan umum yang lain selain ojek. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Soreang tapi yang jadi tantangan adalah tanjakan-tanjakannya. Bisa dibilang untuk menempuh tempat itu kita harus mengelilingi banyak gunung sehingga setiap jalan yang dilewati kebanyakan adalah tanjakan curam. Banyak terjadi longsor karena daerah ini adalah pegunungan dan tanahnya yang mudah rapuh karena tergerus air yang datang dari puncak gunung saat turun hujan lebat. Ini pernah jadi sorotan media.

Awalnya saat aku dan keluargaku pergi kesana adalah untuk acara itu dan juga untuk menengok pamanku yang sakit parah. Setelah acara khitanan itu selesai dalam waktu 5 hari berturut-turut, aku kembali pulang ke Ciwidey. Sebenarnya aku masih betah tinggal disana. Aku nyaman hidup disana meski semua serba kekurangan dan banyak sekali perbedaan dalam setiap hal. Aku senang karena disana aku bisa bertemu semua keluargaku, ini sangat mahal sekali melebihi harga makanan termahal yang ada di Circle K atau pakaian di distro Dago :)

Hari itu aku memutuskan pulang karena sebuah hal yang aku sadari sangatlah penting dan sangat harus melibatkan peranku didalamnya. Mungkin itu terasa sangat penting bagiku hingga memaksakan pulang padahal aku masih merasa jahat jika meninggalkan mereka yang juga sangat merindukanku. Aku memaksakan diri untuk pulang lebih dulu dari ibu dan keluargaku yang lain pada hari kamis. Aku berjanji untuk menemui seorang teman untuk membahas sesuatu dan Jum'atnya aku berencana untuk ikut ke sebuah acara. Tapi setibanya di rumah, semua yang aku rasa penting itu mendadak terasa basi dan tidak begitu serius. Akhirnya aku menundanya.

Sabtu pagi sekitar jam 05:30 aku dikejutkan dengan kabar buruk dari Puncak Mulya yang mengatakan bahwa pamanku telah meninggal dunia. OMG. Aku sangat heran dan langsung bersiap menuju kesana lagi padahal baru satu hari aku ada di rumah. Dengan buru-buru aku berangkat kesana lagi dengan ayah.

Pamanku sudah menderita sakit itu lama sekali. Tiga bulan terakhir adalah fase terberatnya. Dia menderita bukan karena penyakit biasa tapi karena penyakit kiriman alias penyakit karena guna-guna atau sihir atau istilah sunda adalah teluh atau santet. Penyakitnya sudah divonis sebagai penyakit kampung oleh beberapa rumah sakit besar di kota Bandung. Ini sangat merepotkan karena sangat sulit sekali untuk menyembuhkannya. Aku sangat heran ternyata hal seperti ini masih ada. Sebuah pertanyaan yang aneh menurut orang "kota" yang berpikir bahwa ilmu seperti itu hanya ada di film-film tahun 90an saja. Ini bukan mitos, ini kenyataan. Perlu disadari ini bukanlah musrik tapi mau bagaimana lagi kalau memang kenyataannya memang seperti itu. Penyebabnya adalah ilmu sihir dari orang lain yang merasa benci dengan sosok pamanku.

Sebelum pamanku meninggal dunia, perutnya sangat besar, membengkak dan perlahan semua bagian tubuhnya pun menjadi ikut bengkak. Mulutnya mengeluarkan dahak yang sangat banyak. Bukannya tidak ada usaha untuk menyembuhkannya dengan cara yang sama -membalasnya atau memulihkan kembali keadaannya, tapi sejauh ini tidak ditemukan jalan yang tepat untuk menyembuhkannya. Semua sudah pernah dicoba tapi hasilnya nihil.

No comments: